Selamat Datang Dhoho, Bye Bye Juanda

Semangat atau antusiasme masyarakat menyambut dibukanya secara resmi penerbangan komersiil di bandar udara (bandara)DHOHO Kediri hari ini Jumat, 5 April 2024. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya pengunjung yang sekedar ingin melihat-lihat situasi di bandara, penjemput yang terlihat seperti sedang antri sembako namun dengan wajah berseri – seri menyambut para terkasihnya mudik ke tanah kelahiran nya di Kediri dan sekitarnya.  Setidaknya, penulis sempat berbincang dengan penumpang dari wilayah Kertosono, Nganjuk, dan kebanyakan adalah warga Kediri kota maupun Kabupaten. Mereka sangat bersemangat menjadi bagian dari Sejarah Kabupaten Kediri sebagai penumpang yang pertama mendarat di bandara Dhoho dengan pesawat plat merah yang bergengsi meskipun maskapainya bukan kelas atas seperti Garuda, yakni Citilink.

Bisa kita prediksi, dalam tempo setahun kedepan, Bandara Juanda akan makin sepi penumpang khususnya penumpang dari wilayah bagian barat Jawa Timur ini, seperti dari Kabupaten Kota Kediri, Tulungagng Trenggalek, Nganjuk, Jombang, Blitar, Madiun, Ponorogo, dan Pacitan.  Hal ini bisa kita lihat dari hitung – hitungan secara kasar. Jika naik pesawat citlink dari Jakarta ke Surabaya pada waktu musim padat seperti ini biaya tiketnya adalah 1,2 juta maka masyarakat yang cerdas yang akan mudik ke Kediri dankota – kota sekitarnya akan lebih memilih menumpang pesawat yang langsung bisa turun jlug di Bandara Dhoho, Kecamatan Mbanyakan, Kediri dengan tiket seharga 1,4 juta an. Jika turun di Surabaya, biaya naik mobil pribadi bisa mencapai 450 ribu dengan hitungan toll 232 ribu dan bensin pertalite 200 ribu. Ini hitungan material, belum lagi capeknya di jalann yang macet di area Surabaya.

Bandara Dhoho akan menjadi spektakuler dan menjulang tinggi andai didukung hal – hal kecil tapi bisa mengganggu perjalanan jika tidak segera dibenahi. Pertama, rambu lampu lalu lintas. Di beberapa titik pertigaan atau perempatan dari arah Pasar Gringging ke Selatan, hamper tidak ada lampu lalu lintas yang mengatur di persimpangan jalan tersebut. Belum lagi area parker yang meski sudah ada tanda panah yang menunjukkan arah mobil, masih ada juga pengunjung yang bingung dan akhirnya melanggar rambu – rambu tersebut. Akhirnya kasihan juga si Mas yang bertanggung jawab mengatur arus kendaraan menuju dan keluar dari Bandara di dalam area penurunan ppenumpang.

Kedua, tadi Penulis sempat melihat sekitar 6 ibu – ibu berpakaian sederhana (daster atau baju resmi ala mereka) yang menghadang iring – iringan mobil polisi yang mengawal mobil berplat Bintang satu warna biru. Mereka membentuk gerombolan kecil di pintu keluar untuk menggesek kartu sambil teriak – teriak. Menurut Penulis, jelas ini sebuah kecolongan dari pihak aparat. Untuk berdemo dalam skala sekecil apapun, harus ada ijin. Kalau tidak ada ijin bagaimana mereka bisa masuk dan menghadang laju mobil rombongan. Akhirnya Bapak polisi yang dalam mobil pengiring turun dan kelompok ibu – ibu tadi memberi jalan. Prosedur tetap pengamanan orang – orang priviledge jelas sudah diatur. Yang agak mengehrankan Ketika Penulis memberitahu tentang kejadian ini pada polisi yang mengatur jalan di area agak keluar dari bandara, mereka bilang “sudah ada yang mengurusi didalam sana.”

Keamanan priviledge bukan main – main. Hal ini bisa dijadikan bahan membuat ke[utusan di masa mendatang.      

SSC

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *