SURAT KALENG YANG TETAP NYARING ATAU LAPOR!

(Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat!)

The Nganjuk post. 21 Januari 2025. Apa kaitannya kaleng dengan surat yang tak mencantumkan nama dan alamat si pengirimnya? Begini ceritanya.

Etimologi
Kata kaleng dalam frase surat kaleng berasal dari bahasa sunda yang mempunyai makna dekapan mesra dengan seorang gadis atau wanita. Kok bahasa Sunda dan kok dekapan mesra? Eiits, ingat. Indonesia memiliki 718 bahasa dari 2.560 daerah pengamatan! (Dikutip dari laman Peta bahasa kemdikbud). Bagi generasi milenial yang semua serba terbuka, budaya malu – malu yang dimiliki bangsa ini, seperti wanita dan pria yang malu – malu tetapi ingin bertemu, bergandengan tangan dan berpelukan, mungkin hal yang aneh. Jadi, begini. Sepasang kekasih yang sedang di mabuk asmara akan berkirim surat untuk berkomunikasi (bukan jamannya SMS an, WA an) tanpa nama dan alamat. Alasannya? Malu jika surat tersebut terbaca oleh pihak yang tak diinginkan kecuali sang kurir yang biasanya merangkap jabatan sebagai sahabat salah satu pihak atau keduanya. Bisa dibayangkan malunya mereka jika sampai mereka ketahuan ketika bertemu, sedang saling pandang, berpegangan tangan dan mungkin  berdekapan/ berpelukan. Betapa santunnya para senior kita ya guys.

Surat Kaleng di era Gen Z
Covid – 19 membawa dampak yang luar biasa. Positifnya, kita semua menjadi warga dunia. Dan semua terhubung satu sama lain dengan kecepatan yang tak terpikirkan sebelumnya. Untuk memperoleh informasi tinggal ketik dan semua ada, segalanya mudah diakses di semua platform (Platform adalah sekelompok teknologi yang digunakan sebagai basis untuk aplikasi, proses, atau teknologi lainnya, misal Short Message Service, WhatssApp, Youtube, Instagram, dan semacamnya).  Oleh sebab itu menjadi aneh kalau di era yang sangat terbuka dan sangat kebablasen seperti saat ini, surat kaleng masih berbunyi nyaring. Meski begitu, beberapa pihak tertentu menyadari secara penuh bahwa viralitas melalui berbagai platform media sosial tersebut (begitulah Penulis menyebutnya untuk menunjukkan tingkat keviralan dari suatu laporan/ berita) lebih manjur sebagai penyampai pesan tersembunyi sekaligus pengganti surat kaleng. Apalagi kalau keviralan tersebut memiliki nilai/ harga tawar.

Ada Harganya
Di era yang alat ukur untuk apapun adalah material seperti saat ini (contoh: macung kepala desa, anggota dewan, ketua Partai (mungkin saja wong semua berlangsung dibawah meja) dan lain – lain pun) maka, tak ayal lagi kalau ada juga pihak -pihak yang memanfaatkan situasi kematerialitasan seperti saat ini, misalnya bersikap seperti maling teriak maling. Contoh lain, jargon: Stop politik uang! E..eh, dianya menebar senyum dan rupiah. Tujuannya? Transaksional. Golek ijol! Penulis surat kaleng tersebut berharap sukses dalam memviralkan sehingga akan mempermalukan pihak -pihak yang dilaporkan. Mungkin begitu maksudnya. Sungguh kita menjadi masyarakat yang paradox bukan? Secara batin masih malu – malu (atau sudah tidak punya malu, mungkin, dibuktikan dengan ungkapan ”mohon doanya” saat para koruptor/ kerabatnya duduk sebagai terdakwa/ saksi di pengadilan dan sadar kalau disorot media)tapi, … Keparadoksan terjadi hampir di semua lini pada semua lapisan  masyarakat. Demikianlah dampak negatif dari internet yang menggila dimulai di ra Covid – 19.

SP4N dan LAPOR!

Menyadari hal itu, untuk mencapai visi dalam good governance dan mengurangi thar thir surat kaleng yang tak tersampaikan, Kemenpan merasa perlu untuk mengintegrasikan sistem pengelolaan pengaduan pelayanan publik dalam satu pintu. Dengan tujuan agar  masyarakat memiliki satu saluran pengaduan secara Nasional, Pemerintah Republik Indonesia membentuk Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) – Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!), melalui beberapa kanal pengaduan yaitu:

website www.lapor.go.id,
SMS 1708 (Telkomsel, Indosat, Three),
Twitter @lapor1708 serta aplikasi mobile (Android dan iOS).

Lembaga pengelola SP4N-LAPOR! adalah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB). LAPOR! telah ditetapkan sebagai SP4N berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2013 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 3 Tahun 2015.

SSC

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *