SEKOLAH GRATIS? BISA!

Masalah di Dunia Pendidikan
Cuaca lagi gerah. Menambah gerahnya, masalah datang silih berganti menerpa dunia pendidikan di negeri ini. Jika didata, kita akan temukan banyak diantaranya: perundungan yang makin mengerikan dan sadis dari sisi kualitas (ayah menghamili anak kandung, siswa merundung temannya di sebuah sekolah elit di Jakarta,  anak – anak dibawah umum mempekosa teman gadisnya yang juga masih anak – anak dan lalu membunuhnya), di Nganjuk ada kepala sekolah ataupun pejabat yang sudah lebih dari 6 (enam) bulan menjabat sebagai Pelaksana tugas (Plt) dan belum ada penetapan definitifnya dimana hal ini menyalahi perundangan yakni berdasar pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 22 Tahun 2021 tentang Pola Karier Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai K-1 yang tersisa belum diangkat menjadi P3K karena masalah administrasi (lelah ditaburi janji), para pemangku jabatan yang enggan dimintai data prestasi sekolah dalam ampuannya. Ditambah lagi yang tak lekang oleh waktu: Sekolah GRATIS! Segala tarikan dana dari pihak sekolah dianggap pungutan liar.
Benar – benar butuh waktu yang panjang dan menghabiskan energi kita semua untuk mengurusi prestasi sekolah, bukan?

Belanja Sekolah >< Belanja Pribadi
Pembiayaan di sebuah sekolah bersumber dari dana Bantuan Operarsional Sekolah (BOS) dan Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP) pada sekolah yakni bagian dari program Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui program Nawa Bhakti Satya. Semua kebutuhan operasional sekolah dapat terpenuhi dari kedua sumber pendanaan tersebut. Pemenuhan kebutuhan sekolah tersebut bersifat masih standart. Khususnya untuk 12 pemenuhan kebutuhan. Namun karena sifatnya yang masih terbatas dan standartdai sisi besaran dananya (untuk Kabupaten Nganjuk, perhitungan untuk besarran bantuan BOS – BPOPP (khusus SMA & SMK) per siswa/ tahun untuk SMA= 1550.000 – 70.000, SMK= 1,650.000 – 130.000, SMP= 1,000.000; SD= 700,000 tergantung pada besar kecilnya sebuah wilayah) maka, bila suatu sekolah masih memerlukan dana untuk pengembangan sekolah ataupun prestasi peserta didik, sebaiknya orangtua wali  mendukungnya karena siapa lagi yang akan menyokong kalau bukan mereka. Bukankah orangtua wali murid sebagai salah satu stakeholder Pendidikan, selain juga alumni dan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI)?

Kebutuhan pribadi siswa termasuk komponen yang tidak dibiayai oleh BOS dan harus dipenuhi orangtua wali. Misal, seragam, buku pribadi siswa, biaya study tour, lomba yang bersifat prribadi ataupun kelompok, dan beberapa lainnya. Namun jika orangtua / wali keberatan membayar, silakan datang ke sekolah, sampaikan keberatannya, dan mengundurkan diri dari kegiatan tersebut atau mungkin sekolah mempunyai jalan keluar yang lebh baik. Kalau semua orangtua wali bersikap cengeng, minta dikasihani,dan jika keinginan tidak terpenuhi, sibuk membuat kegaduhan di dunia media sosial,  kapan sekolah bisa maju berprestasi dan berkembang kalau harus mengurusi orangtua wali yang selalu merepoti sekolah seperti ini? Energi sekolah bisa habis mnegurus hal seperti ini dan akhirnya prestasi sekolah stagnan/ mandeg dengan kegiatannya yang itu – itu saja.

SSC

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *