Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah

Indonesia atau nama lainnya Nusantara, dikenal dengan negeri yang penuh dengan keberagaman, salah satunya adalah keberagaman bahasa. Menurut lembaga riset dan telaah bahasa, Ethnologue, Indonesia menempati urutan kedua setelah Papua Nugini dengan jumlah bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi sebanyak 709 bahasa dan yang sudah tervalidasi sebanyak 652 bahasa. Namun, seiring dengan masuknya arus globalisasi di Indonesia, bahasa daerah semakin kurang mendapat perhatian dari masyarakat dan tergeserkan popularitasnya oleh bahasa internasional yaitu bahasa Inggris.

Seperti yang dilansir dw.com, ada 11 bahasa di wilayah Indonesia Timur yang telah mengalami kepunahan dan 16 bahasa lain terancam punah akibat minimnya kepedulian masyarakat terhadap pentingnya pelestarian bahasa daerah. Sebagian dari mereka lebih menjunjung tinggi penggunaan bahasa asing untuk berinteraksi dengan orang sekitar karena hal itu membuat mereka terlihat lebih gaul dan pintar. Padahal, setiap negara memiliki ciri khas dan keunikan masing-masing yang membuat suatu negara berbeda dengan negara lainnya.

Bahasa daerah dianggap sebagai kekayaan budaya bangsa karena melambangkan keistimewaan suatu etnis dalam hal komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Adanya kemajuan pada suatu bahasa daerah tidak patut dianggap sebagai ancaman bagi keberlangsungan bahasa nasional, malah merupakan wujud dari beraneka ragam khazanah yang ada di Indonesia.   Berbicara menggunakan bahasa daerah adalah kunci agar seseorang bisa memahami masa lalu leluhur mereka. Dengan memahami bahasa ibu atau bahasa daerah, seseorang dapat mengetahui tujuan dari suatu upacara adat, tradisi, maupun kebiasaan yang dilakukan oleh generasi sebelum mereka.

Tiap bahasa daerah diketahui memiliki ciri khas atau karakteristik yang membedakan suatu bahasa dengan bahasa lainnya. Perbedaan bahasa daerah dapat diidentifikasi melalui bunyi fonem, aksen, dialek, serta intonasi penuturnya. Selain itu, disimilaritas bahasa daerah dapat dilihat dari ekspresi penutur saat menggunakan bahasa tersebut. Bahkan terkadang tiap kota mempunyai keunikan masing-masing ketika berkomunikasi dengan kota lain. Misalnya, orang dari Klaten mengartikan “mari” sebagai sembuh, sedangkan orang Surabaya mengartikan “mari” sebagai selesai dan yang lebih menariknya lagi, orang Sunda mengartikan “kasep” sebagai tampan sedangkan orang Jawa Timur mengartikannya sebagai basi atau tidak menarik. Dari segi fonem, bahasa daerah memiliki variasi yang kompleks yang membuatnya divergen atau lain daripada yang lain. Contohnya, dalam bahasa Batak air disebut dengan “aek”, sementara itu di Papua air disebut dengan “ai”. Beragam cara pengucapan, intonasi, serta ekspresi penutur suatu bahasa tak luput dari konteks sosial budaya yang meliputi kondisi geografis, tindakan, serta keadaan masyarakat di wilayah tersebut.

Jika ditanya mana yang lebih penting antara bahasa daerah dengan bahasa Indonesia, kedua bahasa tersebut sama-sama penting. Bahasa Indonesia yang digunakan sehari-hari harus dipelajari agar tidak terjadi miskomunikasi atau salah paham ketika sedang berbicara dengan orang lain. Sementara itu, bahasa daerah membutuhkan pelestarian agar tidak punah akibat ditelan oleh modernisasi kehidupan.

SSC

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *