Selanjutnya adalah war takjil. Dialun – alun kota Nganjuk Kita melihatbagaimana para penjual dan pembeli takjil untuk berbuka maupun untuk berbagi tumpek bleg. Makanan yang dijajakan disini cukup murah meriah dan membangkitkan selera makan sekaligus menggoda iman mereka yang sedang berpuasa. Kesibukan menjelang berbuka puasa disini menjadi pemandangan yang mengharukan sekaligus membangkitkan kegembiraan didalam mengisi bulan Ramadan. Dan jika kita menelaah lebih jauh, dari kajian ekonomi misalnya, fenomena budaya terkait dengan karakter berpakaian untuk memenuhi kewajiban menutup aurat ataupun perilaku didalam melaksanakan peribadahan, sungguh sangatlah menguntungkan, khususnya bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Kita dapat melihat jalanan menjadi padat kendaraaan ber plat luar kota yang memenuhi tempat parkir di sebelah kiri sepanjang ruas jalan yang ada. Pemandangan ini akan sedikit bergeser ke Selatan manakala waktu salat tarawih usai sekitar pukul 20.00 WIB.
Fenomena sekaligus budaya yang akan segera tergerus jika tidak segera disadari adalah budaya bersejarah. Dalam Bahasa jawa bersejarah mempunyai makna yang sepadan dengan silaturahmi, saling membagi angpao bagi anak cucu dan kerabat keluarga ataupun yang bertamu, saling mengunjungi atau bersilaturahmi ke kerabat yang lebih tua, atau ke pejabat diatasnya/ pimpinannya. Bersejarah yang saat ini mulai digantikan dengan mengirim ucapan selamat berlebaran hanya melalui pesan Whatssap atau meme yang terkait dengan lebaran. Menggerakkan roda ekonomi sangatlah penting. Demikian juga dengan menjaga budaya lama yang mengajarkan kebaikan. Karena, karakter bangsa adalah taruhannya. Kedepan kita berharap dapat melihat roda ekonomi di Kota Nganjuk dan di kota – kota para Pemudik lainnya akan lebih kencang berputar sekencang Masyarakat kita mempertahankan budaya silaturahmi diantara warganya. Selamat berlebaran!